Keterkaitan Komunikasi Interpersonal
Keterkaitan Komunikasi Interpersonal dengan Pandemi Covid-19

Oleh Trisnawati K MIKom
Kaprodi Ilmu Komunikasi Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi
SAAT pandemi Covid 19 mulai mewabah di Indonesia, beramai-ramai
orang memberikan opini mereka terkait virus yang mendadak menjadi
terkenal di Indonesia sekaligus dianggap momok yang menakutkan bagi
masyarakat. Masyarakat mulai dilanda kepanikan,ketakutan, dan
kebingungan dalam menghadapi pandemi Covid 19 ini. Berbagai perasaan
mulai dirasakan masyarakat, seperti ketakutan saat bersenggolan dengan
orang lain, saat menyentuh barang-barang fasilitas umum seperti pintu
kantor, pintu bank, tombol ATM, pintu rumah sakit, toilet umum, naik
transportasi umum dan masih banyak lagi. Rasa saling curiga-pun kerap
muncul, was-was yang berlebihan apabila berdekatan dengan orang lain
mulai dirasakan masyarakat. Pandangan mencurigakan kerap dilakukan oleh
masyarakat apabila berada di tempat umum terlebih apabila ada orang yang
batuk atau bersin di sekitar mereka. Semua diliputi oleh rasa
ketakutan, kepanikan, kebingungan dan saling curiga.
Namun, dari itu semua, ada satu hal yang menarik untuk diamati. Tatkala
pemerintah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),
mulailah perusahaan-perusahaan membuat kebijakan work from home (WFH),
sekolah-sekolah informal dan formal membuat kebijakan sekolah dari
rumah. Untuk Perguruan Tinggi (PT) membuat kebijakan perkuliahan online
(perkuliahan daring) atau e-learning. Hal ini sesuai dengan anjuran
pemerintah untuk melaksanakan PSBB yang diterapkan dalam kegiatan
physical distancing. Physical distancing adalah istilah yang digunakan
WHO (World Health Organization) yang mempunyai arti tindakan menjaga
jarak fisik antara satu orang dengan orang lain. Menjaga jarak fisik
bukan berarti kita memutuskan hubungan sosial dengan orang-orang yang
kita sayangi dari keluarga, kerabat, teman bahkan tetangga. Hal ini
sesuai yang diutarakan Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis WHO, Maria Van
Kerkhove (https://www.indozone.id). Kita masih dapat melakukan kontak
dengan orang-orang yang kita sayangi, bahkan dengan rekan kerja meski
hanya melalui media sosial seperti whatsapp, zoom, google meeting,
google classroom dan sebagainya. Bahkan kita masih dapat membantu
tetangga kita namun dengan memperhatikan “jarak fisik”.
Penulis lebih tertarik untuk membahas komunikasi interpersonal yang
terjadi pada keluarga inti akibat dampak pandemi. Sebuah keluarga,
dimana kedua orangtuanya yang biasa bekerja di luar rumah, anak-anak
disibukkan dengan kegiatan sekolah, kuliah dan les-les, yang semula
hanya memiliki waktu bertemu di pagi hari sebelum berangkat dan malam
hari saat sudah sampai di rumah. Itupun hanya beberapa jam, karena
selebihnya masih disibukkan dengen mengerjakan tugas-tugas sekolah,
tugas kuliah, tugas les, dan beberapa file pekerjaan yang dibawa pulang.
Komunikasi diantara anggota keluarga mungkin hanya sebatas menanyakan
kegiatan apa yang dilaluinya pada hari ini dan esok, kesulitan apa yang
ditemui. Selebihnya, jika di siang hari, komunikasi antar anggota
keluarga dilakukan hanya melalui whatsapp, video call, atau voice
notes.
Namun sejak adanya pandemic Covid 19, rutinitas pekerjaan, sekolah, les
dan kuliah dilakukan dari rumah, itupun hanya beberapa jam saja. Dan
kelebihan jam selama berada di rumah, inilah yang menjadikan
meningkatnya intensitas komunikasi interpersonal antar anggota keluarga.
Orangtua lebih intens dalam membantu anak-anaknya menyelesaikan
tugas-tugas sekolah, tugas les dan tugas kuliah. Waktu lebih banyak
dihabiskan anggota keluarga untuk bersenda-gurau, berdiskusi dan mungkin
sesekali pertengkaran kecil antar kakak adik. Mungkin semua ini terjadi
hanya 1 atau 2 hari dalam seminggu, hanya di kala weekend saat anggota
keluarga berkumpul di rumah.
Namun, kini selama hampir 24 jam, komunikasi interpersonal lebih intens
terjalin dalam suatu keluarga. Menarik adalah penuturan Ibu Netty (bukan
nama sebenarnya) yang bertempat tinggal di Bekasi dan kesehariannya
bekerja pada salah satu bank di Jakarta. Beliau menuturkan bahwa untuk
berangkat kerja pada hari-hari sebelum pandemi, harus berangkat dari
rumah pukul 05.00 WIB pagi untuk mengejar kereta KRL jam keberangkatan
pertama. Dan baru pulang dari kantor jam 17.00 WIB. Sampai di rumah
sekitar pukul 20.00 WIB. Untuk bercengkerama dengan suami dan
anak-anaknya, setidaknya hanya 1 jam pada malam hari. Setelah itu
bersiap tidur agar besok pagi tidak kesiangan. Demikian rutinasnya
setiap hari. Untuk mengetahui rutinas anak-anaknya biasa dilakukan
melalui telepon atau whatsapp di saat jam istirahat kantor. Hal serupa
juga dilakukan oleh suami Ibu Nety yang bekerja di wilayah Jakarta
Utara. Namun sejak keduanya WFH dan anak-anak mereka sekolah dari rumah,
kedekatan komunikasi interpersonal mulai terbentuk kembali di dalam
rumahnya.
Komunikasi interpersonal dalam keluarga, menurut Yusuf ( 2001:51),
terbagi menjadi 3 kategori yaitu pola komunikasi permissive
(membebaskan) ; adalah pola komunikasi dimana orangtua membebaskan anak
bertindak dan bersikap sesuai dengan kemauan anak. Selanjutnya adalah
pola komunikasi otoriter ; dimana orangtua memaksakan anak untuk
menuruti apa yang menjadi kemauan orangtua atau dengan kata lain
orangtua mengorbankan hak-hak anak dalam keluarga. Terakhir adalah pola
komunikasi demokratis ; dimana adanya saling pengertian, saling
keterbukaan dan saling menerima antara orangtua dan anak.
Pada jaman milenial ini, pola komunikasi dan pola asuh orangtua
terhadap anak, sudah semakin mengarah kepada pola komunikasi demokratis.
Hal ini seperti yang disampaikan pak Heri (bukan nama sebenarnya) yang
berdomisili di Semarang dan mempunyai anak yang kuliah di salah satu PT
jurusan sinematografi. Disampaika pak Heri bahwa saat anaknya akan
kuliah, diberikan kebebasan untuk memilih jurusan yang diminati. “Saya
tidak melarang anak-anak saya untuk memilih kuliah pada jurusan yang
diminatinya. Saya hanya berpesan ketika anak-anak sudah menentukan
pilihannya maka anak-anak harus bertanggungjawab atas pilihannya
sendiri. Artinya anak-anak harus benar-benar menekuni apa yang telah
menjadi pilihannya.”
Di saat PSBB seperti ini, anak pak Heri yang telah berkuliah, telah
berkumpul di rumah. Sementara 2 anak lainnya yang masih duduk di tingkat
Menengah Atas dan Menengah Pertama masih melakukan kegiatan sekolah
dari rumah. “Pandemi ini membawa kami sekeluarga berkumpul di rumah
lebih lama. Saya dan istri sudah WFH, sementara anak-anak kami yang
masih bersekolah, kebijakan sekolahnya telah melakukan kegiatan sekolah
dari rumah. Dan anak pertama kami jika tidak ada tugas kuliah atau tidak
sedang ada jam kuliah online, terkadang membantu adik-adiknya
mengerjakan tugas sekolah jika menemui kesulitan. Disini terlihat sekali
semakin dekatnya komunikasi interpersonal antara anak-anak kami, yang
biasanya antara si kakak dengan aadik-adiknya hanya berkomunikasi
melalui whatsapp itupun frekwensinya dapat dikatankan jarang,”
Dari pandemi Covid 19 ini, penulis melihat ada beberapa sisi
positifnya, seperti terjalinnya kembali kedekatan komunikasi
interpersonal yang lebih erat antar anggota keluarga, ibu-ibu bekerja
dapat kembali berperan sebagai ibu rumahtangga seutuhnya yang melakukan
pekerjaan memasak di pagi hari dan mempunyai waktu lebih banyak untuk
memperhatikan langsung kegiatan anak-anak. Seorang suami, dapat lebih
membantu istrinya mengurus rumahtangga seperti membersihkan halaman,
berkebun dan membantu anak-anaknya belajar.
Dalam komunikasi interpersonal ada beberapa aspek penting di dalamnya,
yaitu hubungan (relations), situasi, kuantitatif (interaksi diadik,
termasuk di dalamnya komunikasi impersonal), fungsional (tujuan-tujuan
dari komunikasi yang dilakukan). Dalam sebuah keluarga sudah dapat
dipastikan adanya hubungan ikatan darah satu dengan yang lainnya. Namun
seberapa intensifnya dan bagaimana kualitas komunikasi yang ada diantara
anggota keluarga, sudah pasti setiap keluarga berbeda-beda. Dalam
sebuah keluarga sudah pasti adanya interaksi diadik antar anggotanya,
dari orangtua ke anak, dan antar anak dalam keluarga tersebut. Dilihat
dari tujuan komunikasi ada yang bertujuan untuk memberikan
pengetahuan/wawasan, memberikan informasi dan sekedar untuk kesenangan.
Tujuan komunikasi ini sudah dapat dipastikan terdapat di dalam
komunikasi interpersonal dalam sebuah keluarga pada umumnya. Intensitas
komunikasi interpersonal secara tatap muka dalam sebuah keluarga yang
masing-masing mempunyai kesibukan, dirasa sangat kurang frekwensinya.
Namun dengan adanya PSBB, maka hal ini dirasa dapat meningkatkan kembali
intensitas komunikasi interpersonal dalam sebuah keluarga. Mungkin
inilah cara Allah SWT menegur umatNya agar lebih dekat dengan
orang-orang terdekatnya, orang-orang yang berada di dalam rumahnya.
Sehingga manusia dapat lebih merasakan kebersamaan dengan keluarga
intinya. Meninggalkan sejenak kesibukan masing-masing untuk lebih sering
bercengkerama dengan keluarga. Dalam pandemi Covid 19 ini, pergunakan
kesempatan kita untuk lebih intens melakukan komunikasi interpersonal
dengan keluarga inti. ***